1. Perlawanana Kerajaan Demak
Jatuhnya Malaka ke tangan Portugis pada tahun 1511 mengakibatkan kegiatan perdagangan di pelabuhan Malaka menjadi terganggu. Pedagang Islam banyak yang merasa dirugikan. Kedudukan kerajaan-kerajaan Islam yang mempunyai kepentingan perdagangan di Malaka merasa terancam, termasuk Demak.
Demak kemudian berinisiatif menyerang Portugis di Malaka. Serangan Kerajaan Demak terhadap kedudukan portugis di Malaka terjadi pada tahun 1512 dan 1513. Penyerangan tersebut dipimpin oleh Adipati Unus yang memimpin sebuah pasukan yang terdiri atas 100 kapal laut dan lebih dari 10.000 prajurit. Akan tetapi, mereka berhasil dipukul mundur oleh Portugis
2. Perlawanan Kerajaan Aceh
Sejak dikuasainya Malaka oleh Portugis, jalur perdagangan berpindah ke pelabuhan yang lebih aman dan menguntungkan, yaitu Pasai dan Aceh. Kedua kerajaan tersebut kemudian berkembang menjadi pusat perdagangan yang ramai. Kedudukan Aceh sebagai pelabuhan dagang di bagian barat Sumatera di anggap membahayakan Potugis, sementara Aceh menganggap kegiatan dagang Portugis mengancam kedudukan nya sebagai pusat perdagangan Islam. Sikap saling curiga antara keduanya kemudian mendorong Aceh melakukan serangan terhadap Portugis. Dalam hal ini mereka bersekutu dengan kerajaan Johor, Adipati Unus, dan Ratu Kalinyamat.
Serangan Kerajaan Aceh dimulai pada masa pemerintahan Sultan Ali Mughayat Syah (1514-1528) dan puncaknya pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda (1607-1636). Pada tahun 1566, Aceh mendapat bantuan 500 tenaga ahli senjata api dari Turki dan beberapa pucuk meriam. Bantuan Turki ini menjadikan kekuatan Aceh dapat menandingi kekuatan Portugis. Dengan demikian, Aceh tidak dapat dikuasai oleh Portugis
3. Kerajaan Ternate dan Tidore
|
Bangsa Portugis |
Kedatangan Portugis di Maluku bersamaan dengan suasana persaingan antara Ternate dan Tidore. Pertikaian di antara keduanya justru melemahkan posisi kerajaan-kerajaan Maluku tersebut, sehingga Portugis berhasil menanamkan pengaruhnya di daerah tersebut dan berusaha memonopoli perdagangan rempah-rempah. Akibatnya, baik pedagang Ternate maupun Tidore akhirnya kehilangan kebebasan untuk berdagang dengan pihak lain yang memberi keuntungan pada mereka. Kemudian, timbul pertikaian antara kerajaan-kerajaan tersebut dengan Portugis.
Pada tahun 1533, rakyat Ternate di bawah pimpinan Dajalo berhasil membakar benteng Portugis. Perlawanan terhadap Portugis juga dilakukan oleh rakyat Tidore, Bacan, dan lain-lain. Pada awalnya, rakyat Maluku meraih kemajuan besar namun kemudian berbalik terdesak setelah Portugis mendapat bantuan dari Malaka. Armada Portugis di bawah pimpinan Antonio Galvao akhirnya berhasil memaksa rakyat Maluku untuk berdamai dan Portugis tetap meonopoli perdagangan di Maluku
Akan tetapi tindakan pemerasan yang sering dilakukan para pegaai Portugis membuat rakyat Maluku kembali mengangkat senjata. Dibawah pimpinan Sultan Khairun, rakyat Ternate mulai menyerang kembali orang Portugis. Akan tetapi melalui tipu muslihat, orang Portugis berhasil membunuh Sultan Khairun dalam suatu perundingan. Meskipun demikian, perlawanan rakyat Ternate terus berlanjut dibawah pimpinan Sultan Baabulla pada tanggal 28 Desember 1577. Sultan Baabulla akhirnya berhasil mengusir Portugis dari negerinya.