Bangsa Portugis datang ke wilayah Nusantara karena dorongan Ekonomi, Agama, dan Petualangan. Keberhasilan Vasco da Gama mencapai Kalkuta di pantai barat India pada tahun 1497 telah membuka peluang dan jalan bagi Portugis untuk sampai ke Nusantara. Kalkuta saat itu menjadi bandar utama Stera, Kayu manis, Porselen, Cengkeh, Pala, Lada, Kemenyan, dan barang dagangan lainnya. Barang-barang yang diperdagangkan tersebut mayoritas berasal dari para pedagang Malaka.
Berita mengenai kekayaan Malaka tersebut kemudian mendorong Raja Portugal mengutus Diego Lopes de Sequeira untuk pergi ke Malaka. Pada awalnya Sequeira di sambut baik oleh Sultan Mahmud Syah. Akan tetapi, para pedagang Muslim India berhasil meyakinkan Sultan bahwa orang Portugis sangat berbahaya dan merupakan ancaman berat bagi Malaka. Sultan kemudian berbalik menyerang Sequeira dan mengusir kapal Portugis dari perairan Malaka.
Serangan Malaka terhadap Sequeira dan anak buahnya memicu kemarahan orang Portugis. Portugis kemudian mengirim Gubernur Portugis di India, yaitu Alfonso d' Albuquerque. Ia berangkat dari Goa pada bulan April 1511 menuju Malaka dengan kekuatan kira-kira 1.200 orang dan 17-18 kapal. Perang berhasil menduduki Malaka. Setelah berhasil menaklukkan Malaka, Portugis mengirimkan sebuah armada ke Maluku di bawah pimpinan Francisco Serrao.
Orang - orang Portugis kemudian tiba ke Ternate. Disana mereka mengadakan persekutuan dengan penguasa setempat. Pada tahun 1522, Portugis mendirikan kantor dagang lengkap dengan benteng di Ternate serta memperoleh hak monopoli di pusat Rempah-rempah. Sebagai gantinya, orang Portugis harus membantu Ternate menghadapi Kesultanan Tidore yang didukung Spanyol.
Dominasi perdagangan orang Portugis di wilayah Nusantara tidak berlangsung lama. Portugis mengalami kekurangan bahan makanan, dana, dan sumber daya manusia. Kedudukan Portugis di Nusantara juga semakin goyah akibat terjadinya pertikaian dengan berbagai kesultanan setempat. Pertikaian tersebut terjadi akibat perebutan pengaruh dalam bidang Ekonomi, Politik, maupun Agama. Dalam perseteruan itu, pusat kekuasaan Portugis di Malaka sering mendapatkan serangan dari sejumlah kerajaan Muslin di sekitarnya, yaitu Aceh, Johor, dan Demak. Akibatnya, kota yang pernah menjadi bandar perdagangan yang ramai itu menjadi sepi sehingga orang Portugis pun merugi.
Kesulitan-kesulitan yang dihadapi oleh orang Portugis tersebut akhirnya juga melemahkan posisi mereka di berbagai wilayah Nusantara. Menjelang akhir abad ke-16, Kedudukan Portugis di Nusantara semakin memburuk akibat munculnya berbagai perlawanan dari para penguasa pribumi sehingga kepentingan dagangnya di Maluku dan sekitarnya makin merosot. Akibatnya, mereka mengalihkan perhatian ke kepulauan Nusa Tenggara akhirnya menetap di Timor. Akhirnya masa keemasan orang Portugis di Nusantara lenyap seiring dengan kedatangan orang Belanda yang kemudian mengambil alih kedudukan mereka.
Armada Spanyol memasuki Kepulauan Maluku pada tahun 1521. Mereka ingin mencari daerah penghasil rempah-rempah. Armada Spanyol datang dari arah Filipina dan Kalimantan Utara menuju Tidore, Bacan, dan Jailolo.
Kedatangan Spanyol di wilayah Maluku mendapatkan tentangan keras dari orang Portugis yang sudah datang lebih awal. Akibatnya terjadi pertikaian di antara kedua kekuatan Eropa tersebut, yang masing-masing merangkul penduduk lokal yang saling bersaingan. Spanyol bersekutu dengan Tidore, sementara Portugis merangkul Ternate. Akan tetapi karena kalah kuat, persekutuan Spanyol-Tidore dapat di kalahkan oleh kubu Portugis-Ternate. Pada tahun 1534, Spanyol dan Portugis mengadakan Perjanjian Saragosa yang membagi daerah pengaruh masing-masing. Berdasarkan kesepakatan tersebut, Spanyol harus melepaskan Maluku dan berkonsentrasi di Filipina. Akhirnya, Spanyol tersisih dari dominasi perdagangan rempah-rempah di Nusantara
Armada pertama Inggris tiba di Nusantara di bawah pimpinan Sir Francis Drake, dalam pelayaran keliling dunia mereka ke arah barat pada tahun 1577-1580. Mereka singgah di Ternate dan kembali ke Inggris dengan membawa Cengkeh.
Pada tahun 1600, Ratu Elizabeth I memberi sebuah Octroi kepada East India Company (Maskapai Hindia Timur, di singkat EIC). Dua tahun kemudian, Sir James Lancaster tiba di Aceh. Ia kemudian melanjutkan perjalanan menuju Banten. Di Banten, ia berhasil memperoleh izin mendirikan kantor dagang dan kembali ke tanah airnya dengan membawa lada yang sangat banyak.
Ekspidisi dagang Inggris kedua datang ke Nusantara pada tahun 1604 di bawah pimpinan Sir Henry Middleton. Mereka mengunjungi Ternate, Tidore, Ambon, dan Banda. Kehadiran mereka di sana mendapat perlawanan dari Vereenigde Oost Indische Compagnie (Persekutuan Dagang Hindia Timur, atau VOC) milik Belanda. Akibatnya, terjadi pertikaian di antara kedua bangsa itu. Akan tetapi, sejak tahun 1623-an perhatian Inggris lebih tertuju pada kawasan lainnya di Asia sehingga mereka menarik diri dari kekuatan perdagangan di Nusantara (Indonesia)